ANAK ADALAH KANVAS DAN GURU PELUKISNYA

Esai karya Dr. Samsi, SHI.,MA (Guru MTsN 13 Jakarta)

     Sejak lahir, setiap anak adalah sebuah kanvas putih yang siap dilukis. Tangan kita sebagai orang tua, guru, dan lingkungan sekitarlah yang akan menjadi kuas untuk melukis masa depan mereka. Setiap goresan kuas akan membentuk karakter, kepribadian, dan masa depan anak. Dalam bahasa agama, kanvas putih bisa dimaknai ‘firtah’ atau potensi dan lukisan adalah usaha/ Upaya yang dilakukan. Dalam Hadis Nabi Muhammad. Saw bersabda:

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tunyalah yang akan menjadikan anak itu Yahudi, Nashrani atau Majusi…(HR. Bukhari no. 1296).

Hadis tersebut memberikan sinyalemen bahwa lingkungan/proses pendidikan sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter seseorang.

     Jika kanvas dimaknai sebagi potensi, tentu Sang Pencipta menyiapkan kanvas dalam beragam bentuk; ada yang segi empat, persegi panjang, segi tiga, atau segi lima dan berbagai variasi ukurannya dari yang kecil hingga paling besar. Begitu halnya dengan anak, ia dilahirkan dengan membawa potensi/bakatnya masing-masing. Sebagai guru, kita siap melukis kanvas dengan kuas yang kita miliki, namun harus mengamati beragam bentuk dasar dan ukuran kanvas tersebut yang tidak mungkin lagi kita rubah. Kita dapat membuat gambar dan menyiapkan kuas yang sesuai dengan karakter dasar kanvas tersebut. Begitu pun dengan cat yang kita gunakan, harus disesuaikan dengan sifat kanvas, agar mendapatkan hasil lukisan yang sempurna/terbaik. Dalam konteks pendidikan, guru memiliki peran yang sangat strategis dalam membentuk karakter dan kesuksesan anak. Guru harus dapat mengembangkan potensi anak/siswa sesuai dengan fitrah/potensinya. Potensi (dibaca; fitrah) adalah qadar (ketentuan Allah). Bentuk kanvas yang beragam adalah qadar yang tidak mungkin dirubah, maka pelukis hebat adalah yang dapat menggunakan berbagai daya upayanya dalam melukis sesuai bentuk dasar kanvas. Guru hebat adalah yang dapat mengembangkan potensi anak/siswa sesuai bakat nya. Ia tidak hanya mampu menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga mempu mengoptimalkan kemampuan yang ada pada anak. Meminjam pernyataan Prof. Yohanes Surya: “Tidak ada siswa yang bodoh, yang ada hanyalah belum mendapat guru yang hebat.” 

     Sebagai guru, kita tidak dituntut untuk menjadikan anak-anak  sukses, tapi dituntut untuk berusaha secara maksimal dalam menjalani proses Pendidikan untuk anak-anak.  Ketika takdir  itu dikaitkan dengan manusia secara khusus, al-Qur’an menjelaskannya bahwa manusia memiliki keleluasaan untuk melakukan berbagai hal. Allah swt berfirman:

Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’du: 11).

     Guru memiliki peran yang sangat urgen dalam memotivasi siswa untuk meraih keberhasilan dan cita-cita yang mungkin dapat dianalogikan dengan kanvas yang sudah menjadi lukisan indah. Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai inspirator, motivator, dan pembimbing bagi siswa. Peran guru dalam memotivasi keberhasilan siswa sangatlah penting. Dengan menciptakan lingkungan belajar yang positif, memberikan dukungan, dan membimbing siswa, guru dapat membantu siswa untuk mencapai potensi maksimal mereka dan meraih lukisan (baca; cita-cita) yang mereka impikan.

     Wallahu a’lam bishawab

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *