KISI-KISI HATI, DARI NOVEL FIKSI MENUJU REALITAS

KISI-KISI HATI, DARI NOVEL FIKSI MENUJU REALITAS

Oleh: Dr. Samsi, SHI.,MA

        Aku baru saja menyelesaikan kuliah S3 ku dikampus tercinta Universitas PTIQ Jakarta. Pagi itu, Kamis 29 Desember 2022 Jam 10 pagi aku dinyatakan lulus, di yudisium menjadi Doktor yang ke 218. Dulu aku hanya pedagang asongan. Aku  anak kampung yang miskin namun punya mimpi bisa menamatkan kuliah sampai S3. Alhamdulullah, Allah memeluk mimpi-mimpiku. Allah kabulkan doa-doaku setelah melalui perjalanan panjang, perjuangan berliku, akhirnya bisa meraih cita-cita. Pendidikan dasar dan menengahku di kampung Brebes Jawa Tengah dan saat setelah lulus SMP, petualangan pun dimulai.

        Alhamdulillah, Allah izinkan anugrah indah ini dalam hidupku. Sebagian kisah perjalanan hidupku aku tuangkan dalam novel “Kisi-kisi Hati sebuah novel motivasi”, aku tulis jauh sebelum aku melanjutkan kulaih S2. Tujuan penulisan novel ini adalah agar dapat memberi motivasi kepada diriku dan anak-anakku, anak -anak muridku di MTsN 13 Jakarta tempat aku mengabdikan diri, serta seluruh anak-anak Indonesia. Novel ini sudah terbit melalui Penerbit Cipta Media Eduksi, dan aku sebar luaskan di bio instagramku #pedagangasongan_jadidoktor. Berikut ini link novel kisi-kisi hati: @pedagangasongan_jadidoktor.

        Sebenarnya aku malu menulis novel ini. Kisah perjuangan hidup yang kampungan, picisan. Berbicara tentang pasar, jualan, kaki lima, kolong jembatan, stasiun, gerobak, kontrakan kumuh dan hal-hal yang berbau kumuh lainnya. Tapi aku merasa bahwa ini hal penting yang harus aku ceritakan. Mungkin ini dapat dijadikan setitik motivasi bagi diriku dan mungkin bagi orang lain. Jika dalam sederet novel-novel yang telah ada banyak membicarakan beasiswa, kampus mewah, luar negeri, kota-kota megah, dan hal-hal mewah lain disaentero jagat, maka aku ingin mengatakan bahwa hidup, bagaimanapun kondisinya adalah anugrah yang Maha Kuasa yang harus disyukuri. Hidup adalah perjuangan menggapai sukses. Sukses harus diusahakan semaksimal mingkin, terutama dengan meningkatkan taraf Pendidikan. Kisi-kisi hati adalah roadmap hidup, cita-cita yang aku tuliskan menjadi novel. Tulisan fiksi yang aku wujudkan menjadi realitas dan nyata.

        Izinkan aku memulai kisahku yang sesungguhnya telah aku tuliskan dalam buku novelku…“Kisi-kisi Hati sebuah novel motivasi”.

        Aku dilahirkan di kampung Brebes Jawa Tengah dari pasangan keluarga miskin. Berbekal prestasiku ketika SMP di kampung yang selalu peringkat 1 dikelas, aku ditawari ustadz ngajiku untuk didaftarkan masuk pesantren dengan jalur beasiswa. Tanpa fikir Panjang aku dan keluargaku setuju dan aku berangkat ke pesantren Jakarta. Setelah aku menamatkan Pendidikan SMA ku, beasiswaku di pesantren telah habis dan aku harus keluar dari sana. Perjuangan beratpun dimulai. Aku meningalkan asrama dan nekat menggelandang karena tidak mau membuat orangtuaku bersedih. Jika aku memilih pulang kampung paling-paling jadi petani, aku tidak mau. Di benakku sudah terekam banyak kisah-kisah perjuangan orang-orang kampung yang merantau dan sukses. “Jika kamu ingin sukses di bidang apapun maka pilihlah Jakarta karena semua serba ada”. Inilah ucapan yang selalu terngiang memotivasi hidupku.

        Berangkat dari perkenalanku dengan seorang pedagang sayur dikolong jembatan itu, aku diajak membantunya berjualan. Mas Parmin namanya. Ia berasal dari Nganjuk, Jawa Timur. Lumayan lah, dari tenaga yang aku keluarkan dalam membantu jualan sayur itu, aku mendapat makan dua kali, siang dan malam. Aku juga mendapat tumpangan tidur, walau harus rela tidur dengan sayur dagangannya. Tidak apa lah. Ini sudah merupakan rizki yang luar biasa. Allah telah mengangkatku satu derajat. Aku tidak menggelandang lagi. Mulanya aku mendorong satu gerobak dengan Mas Parmin dan membantunya menjual sayurnya, tapi lama-kelamaan mungkin ia yakin kalau aku sudah mampu berjualan sendiri. Akhirnya aku dibuatkan gerobak dan dicarikan tempat berjualan. Aku mulai membawa gerobak sendiri dan berjualan sendiri, tapi modalnya tetap darinya. Jadi aku setoran ke Mas Parmin.

        Kolong jembatan Kebayoran Lama adalah saksi bisu. Ia turut andil melindungiku dari sengatan panas terik dan guyuran hujan. Jika dulu orang tuaku sering mengajariku untuk rajin bekerja, hidup sederhana dan sabar dalam menjalani hidup, maka kolong jembatan ini adalah tempat yang pas untuk mengaplikasikan semua pelajaran hidup yang pernah aku dapatkan.

        Hari-hariku adalah mendorong gerobak sayur dari kontrakan kumuh menuju pasar. Kegiatan itu dimulai setelah aku shalat shubuh tepat. Terkadang aku tidak sempat mandi pagi karena harus buru-buru berangkat. Setibanya di pasar aku langsung menggelar sayur daganganku. Kalau lagi mujur aku bisa pulang lebih awal. Ya, sekitar jam 10.00 pagi, tapi kalau lagi kurang beruntung aku akan pulang telat sekitar jam duabelasan. Dengan hidup hanya jualan sayur, aku tidak dapat melanjutkan kuliahku. Aku off alias cuti tanpa keterangan.

        Tak terasa, enam bulan sudah kulewati tanpa kemajuan berarti. Dari pergaulanku di pasar Kebayoran itu, aku kenal dengan seorang pedagang sandal. Azwir namanya. Ia berasal dari Padang. Suatu hari ia menawariku untuk bersama berjualan sandal. Aku tertarik dan memutuskan untuk pindah profesi, dari pedagang sayur menjadi seorang pedagang sandal, berharap agar kehidupanku lebih baik. Aku jual sandal-sandalnya. Modalnya hanya kepercayaan tanpa aku harus keluar modal sedikitpun.

        Selama jualan sandal itu, aku tinggal di kontrakannya. Aku sempat kaget pada kali pertamaku ke kontrakannya, karena aku lihat sebuah rak buku yang terisi penuh. Dan aku semakin terperangah ketika melihat sebuah foto dalam bingkai ukuran sedang bergambar Azwir bos sandalku itu mengenakan baju toga. Di bagian bawah ada keterangan; Wisuda sarjana S.1 Jurusan Hukum. “Allah Akbar” bibirku lirih berucap. Rupanya Azwir bos sandalku adalah seorang sarjana hukum fresh graduate, baru lulus kuliah. Ia kuliah sambil jualan sandal. Jadi namanya jika dilengkapi dengan titelnya adalah; Muhammad Azwir, SH. Rupanya Allah telah mempertemukanku dengan Azwir adalah agar aku tetap termotifasi untuk terus belajar, memiliki cita-cita sampai lulus kuliah. Bukankah cita-cita adalah do’a. Orang bijak mengatakan; “Bermimpilah! Bercita-citalah yang tinggi, karena Tuhan akan memeluk cita-citamu itu.” Jika kolong jembatan pasar Kebayoran Lama adalah takdir Allah yang memang sudah digariskan dalam rangkaian perjalanan hidupku, maka aku bertekad untuk tidak berlama-lama berada di sana. Aku harus memilih takdir yang lebih baik. Aku yakin bahwa untuk menjadikan hidup ini lebih berharga harus dimulai dari pendidikan yang memadai. Maka dengan biaya yang serba terbatas dari hasil jualanku aku nekat untuk melanjutkan kuliahku yang sempat tertunda.

        Hari pertama kuliah. Teman-teman baruku berhambur saling bersalaman dan berkenalan. “Alhamdulillah,” akhirnya aku bisa kuliah walaupun tidak di kampus negeri. Di kampus aku tidak banyak bercerita kepada teman-teman tentang pengalamanku, pengalaman hidupku, pengalaman kolong jembatan Kebayoran Lama, pengalaman-pengalaman lain yang membuat aku kurang percaya diri dan mungkin mereka juga tidak tertarik dengan kehidupanku. Jadwalku berjualan aku sesuaikan dengan jadwal kuliah. Biasanya aku berangkat jualan dari habis subuh sampe waktu zuhur. Setelah zuhur aku berangkat kuliah sampe jm 9 malam. Waktu malam yang tersisa itu masih aku gunakan untuk membuat makanam kue yang esok harinya aku titipkan di kantin sekolah, sambil aku berangkat jualan. Aku juga menyempatkan diri mengajar les private baca tulis al-Quran. Mengajari anak tetangga kontrakan di Kebayoran lama. Begitu seterusnya rutinitas hari-hariku, tidak ada kamus santai dan berleha-leha. Waktuku adalah ritinitas yang padat.

        Masa mudaku habis untuk melealisasikan rencana dan cita-cita menjadi nyata. Jika pagi hingga duhur aku menjadi pedagang kaki lima, maka selepas shalat Duhur aku menjadi anak kuliahan yang pergi ke kampus hingga malam hari. Jika tidak ada jadwal kuliah, maka waktu tersebut akan aku gunakan untuk mencari pendapatan tambahan. Aku mengajar les/privat anak‐anak Pak Ahmad yang rumahnya tidak jauh dari kontrakanku.  Aku harus berani  maju dan terus melangkah.   “Who losses courage losses all,” begitu kata orang barat. “Siapa yang kehilangan keberanian maka ia kehilangan segalanya.” “Ketika hidup memberi kita seribu alasan untuk menangis, tunjukkan bahwa kita memiliki seribu alasan untuk tersenyum.” Begitulah kata orang bijak

        Jika berjualan, kuliah, mengajar ngaji, les privat, dan beberapa kegiatan pendukung lainnya adalah usaha yang diharapkan dapat membawaku menuju takdir baik, maka usaha itu aku sempurnakan dengan rutinitas malamku yang aku biasakan sejak SMP dulu.  Aku bangun jam tiga dini hari, salat sunnah tahajjud, sunnah hajat, berdoa, dan sunnah witir. Dalam doa, tak lupa aku meminta kebaikan untuk semua keluargaku, terutama ibu dan bapakku. Setelah itu aku belajar hingga subuh, salat Subuh, membaca Al‐Qur’an, dan bersiap‐siap berangkat berjualan.   Berkat usaha dan belajarku yang sungguh‐sungguh serta doa‐doa yang kupanjatkan, alhamdulillah aku dapat menyelesaikan kuliah S1 ku. Dan yang lebih membanggakan adalah aku dinobatkan menjadi wisudawan terbaik dengan predikat cumlaude/ Istimewa.

        Kuliah S1 ku selesai dan berbekal ijazah S1 aku berusaha mencari pekerjaan yang layak dan sesuai sambil terus berjualan. Benar kata orang, tidak mudah mendapatkan pekerjaan di zaman ini. Beberapa surat lamaran aku kirimkan ke beberapa institusi, tibalah saatnya aku dipanggil wawancara  di sebuah sekolah pada hari istimewa, hari ulang tahunku yang ke 26. Aku merasa bahwa itu adalah kado terindah dari Allah, pekerjaan yang sebenarnya tidak sesuai dengan jurusan S1 ku, tapi aku berusaha untuk mencoba dan menerima pekerjaan ini. Hari pertama aku bekerja, Kepala sekolah mengenalkanku dengan teman-teman kerja baruku. Awalnya aku tidak menikmati pekerjaanku, mengajar. Bapak dan ibu guru yang ramah dan menyenangkan rupanya telah membuatku nyaman dan aku mulai kerasan. Aku mulai berusaha mencari informasi melanjutkan kuliah akta 4 karena aku dari jurusan non Pendidikan.

        Enam bulan berlalu, aku memutuskan melanjutkan kuliahku, akta 4 yang memang secara administrasi dibutuhkan oleh seorang guru. UIN Syarif Hidayatullah menjadi pilihanku karena dapat menggunakan sisa hariku di akhir pekan, Sabtu dan Minggu. Kuliahku selesai dalam waktu satu tahun dan mendapatkan akta 4 untuk memenuhi syarat administrasi sebagai guru. 7 tahun aku lalui perjuanganku menjadi guru honorer dengan gaji yang sangat minim, hingga pada suatu pagi aku menerima kabar tentang pengangkatanku menjadi guru PNS Kementerian Agama.  Aku merasa bahwa itu adalah kado terindah dari Allah karena hari itu aku sedang berulang tahun yang ke 33. Aku jalani hari-hari ku dengan pengabdian tulus dan berusaha meningkatkan kompetensi pendidikanku ke jenjang S2.

        Hari-hari kujalani sebagai guru, namun aku sempatkan sisa week end ku hari Sabtu dan Minggu untuk melanjutkan kuliah S2 ku. Sesuai roadmap  yang aku tuliskan di novel kisi-kisi hati, kuliah S2 aku selesaikan dalam waktu 2,5 tahun pada Institut Ilmu Al-Quran Jakarta. Sedikit meleset dari rencana awal yang hanya 2 tahun. Tidak masalah karena aku membutuhkan banyak penyesuaian waktu dan biaya. Hanya berselang 2 tuhun dari waktu kelulusanku di S2, aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah S3 di Universitas PTIQ Jakarta, dengan memanfaatkan sisa week end ku hari Sabtu dan Minggu. Alhamdulullah, Allah memeluk mimpi-mimpiku. Allah kabulkan doa-doaku. Setelah melalui perjalanan panjang, perjuangan berliku, akhirnya bisa meraih cita-cita. Pagi itu, Kamis 29 Desember 2022 Jam 10 pagi, adalah saat yang membahagiakanku, karena aku dinyatakan lulus, di yudisium, menjadi Doktor yang ke 218 pada Universitas PTIQ Jakarta.

        Takdir dan cita‐cita, dua hal yang terasa berjauhan makna, bahkan terkesan bertentangan.  Secara bahasa takdir adalah ketentuan, ketetapan, sedangkan cita‐cita adalah mimpi, rencana, keinginan. Dalam realitas kehidupan, takdir dan cita‐cita memiliki pertalian yang begitu kuat, lekat dan tak terpisahkan. Sesungguhnya semua mahluk yang ada di dunia ini bermula dari mimpi. Mimpi yang berarti cita‐cita. Mimpi yang diwujudkan    menjadi kenyataan. Bagaimana mewujudkan Impian, itulah hal yang tidak mudah, tetapi semakin sering seseorang bermimpi, maka semakin mudahlah ia mewujudkan impiannya, karena impian itu sendiri memberikan kekuatan yang maha dahsyat dalam mewujudkan keberhasilan seseorang. Impian atau cita‐cita dapat menjadi pemandu hingga langkah kita menjadi terarah. Tentu saja dalam mewujudkan impian akan kita hadapi berbagai macam rintangan yang tidak mudah, tapi sekali lagi, impianlah yang dapat menjaga dan memelihara energi kita dalam mewujudkan cita‐cita. Apa peran cita‐cita dalam mewujudkan takdir Allah terhadap mahluknya? Al‐Qur’an cukup indah menggambarkan persoalan takdir. Ketika takdir dikaitkan dengan    benda secara umum,    maka takdir adalah gambaran kekuasaann‐Nya yang tak terbatas dan mutlak. Allahlah yang menciptakan alam raya beserta seisinya tanpa ada yang menandinginya. Manusia adalah bagian dari takdir penciptaannya. Ia terlingkupi oleh takdirNya.  Allah menetapkan siang dan malam (QS. Al‐Muzammil:20), namun ketika takdir    itu dikaitkan dengan manusia secara khusus, Al‐Qur’an menjelaskannya bahwa manusia memiliki keleluasaan untuk melakukan berbagai hal. ”Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS al‐Ra’du:11).  

        “Kisi-kisi Hati sebuah novel motivasi” adalah cita-cita penulis yang seorang anak petani miskin untuk mewujudkan takdir Allah hingga dapat menyelesaikan jenjang Pendidikan tertinggi yaitu S3. Semakin tinggi cita‐cita seseorang, maka semakin semangatlah ia menjalani hidup, dan semakin dekatlah ia pada takdirnya yaitu kesuksesan hidup.” “Jika kita tahu betapa besarnya peran cita‐cita bagi kebarhasilan seseorang, mengapa kita tidak  menggelorakan cita‐cita? Gantungkan cita‐citamu setinggi langit” begitu nasihat lama mengajari kita. “Berazamlah (miliki kemauan yang jelas dan tegas) lalu bertawakallah kepada Allah” begitu kata Allah dalam Al‐Qur’an. Bermimpilah! bercita‐citalah! Karena dengan cita‐cita yang tinggi, kita akan bersemangat menjalani hidup ini, dan semangat yang besar adalah modal yang sangat dahsyat. Jika langkah kita telah terarah, dibarengi dengan semangat dan kerja keras, maka tunggulah! Keberhasilan dan kesuksesan akan segera kita raih.” “Kita tidak dituntut untuk mengetahui takdir yang Allah tentukan untuk kita, tetapi dituntut untuk memilih jalan yang lurus dan melakukan berbagai amal positif untuk mengukir takdir berupa ketetapan baik kepada kita. Takdir Allah adalah ketentuan yang terjadi pada manusia di ujung usaha maksimal manusia itu sendiri.

        Semoga kisah inspiratif ini dapat menjadi motivasi untuk anak-anak saya, anak-anak Indonesia. Sebagai pelengkap dari kisah pengalaman hidup penulis dan kata-kata serta kisah-kisah  motivasi telah aku arsipkan dalam  akun Instagram: @pedagangasongan_jadidoktor.

 Wallahu a’lam.”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *